Sunday, August 24, 2008

BRR Nias Kecewakan Masyarakat Alasa

Waspada Online

Saturday, 23 August 2008 07:29 WIB

GUNUNGSITOLI - Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perwakilan Nias telah mengecewakan masyarakat Kecamatan Alasa dan sekitarnya. Kekecewaaan masyarakat disebabkan karena gagalnya pembangunan ruas Jalan Gunungsitoli-Alasa-Tumula yang didanai oleh World Bank berbiaya Rp 120 miliar dan telah ditenderkan pada bulan Juni 2008.

Kekecewaan itu diungkapkan Camat Alasa Talumuzoi, Edison Hulu pada saat beraudiensi dengan Pimpinan BRR Perwakilan Nias Kamis (21/8) di Aula Kantor BRR Perwakilan yang diterima pimpinan BRR Nias William P. Sabandar. Turut hadir para pimpinan partai Kecamatan Alasa, tokoh masyarakat, Tokoh Pemuda, Akademisi serta Ketua Persatuan Masyarakat Alasa Bina Kasih, HS. HULU,SE dan tokoh LSM PHP Nias, B.Desman Hulu,BA.

Akibat gagalnya pembangunan jalan menuju Alasa telah menimbulkan amarah dan kekecewaan masyarakat dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Alasa, Hiliduho Alasa Talumuzoi, serta Masyarakat Kecamatan Tugala Oyo, " dan apabila pada pertemuan audiensi ini tidak ada keputusan dari pihak BRR Nias untuk melanjutkan program pembangunan Jalan ke Alasa, maka masyarakat dari 4 kecamatan akan melakukan demo besar-besaran dan telah mempersiapkan 35 truk untuk mengangkut masyarakat menuju kantor BRR perwakilan Nias", tegas Edison Hulu.

Ungkapan kekecewaan juga disampaikan Camat Alasa, Adieli Hulu,BA, bahwa kegagalan pembangunan jalan di kecamatan Alasa dan sekitarnya telah mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Kecamatan karena rencana pembangunan tersebut telah disosialisasikan secara luas kepada masyarakat agar masyarakat dapat mendukung dan berswadaya, untuk itu diharapkan kepada BRR Perwakilan Nias dapat memenuhi janjinya kepada masyarakat Alasa untuk segera merealisasikan pembangunan jalan tersebut pada tahun 2008 ini.

Salah seorang Tokoh Pemuda Alasa, Yostinus Hulu,SE yang turut hadir dalam pertemuan mengkritik BRR Nias yang bersikap diskriminatif dan berlaku tidak adil terhadap masyarakat Alasa, karena sudah 3 tahun lamanya masyarakat menunggu pembangunan, namun yang ada dari BRR Nias hanya janji-janji muluk tanpa kenyataan, sedangkan pembangunan di kecamatan lain sudah berjalan pembangunannya.

Sebelumnya juga Bupati Nias telah menyurati BRR perwakilan Nias melalui surat nomor 620/3499/PPW-PPJ/2008 19 Agustus 2008 tentang penanganan jalan terbengkalai ruas Gunungsitoli-Alasa-Tumula. Dalam surat itu Bupati Nias menyampikan, sejak adanya BRR di Kepulauan Nias ruas jalan dimaksud tidak ditangani Pemda Nias disebabkan adanya komitmen IREP/IRRF dan BRR NAD-NIAS untuk merehabilitasi dan merekonstruksi ruas jalan itu, dan mengingat kondisi jalan pada saat ini hampir terputus dan tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Diharapkan kepada BRR segera merealisasikan pembangunan ruas jalan Gunungsitoli-Alasa-Tumula.

Pimpinan BRR Nias, William P. Sahbandar membantah kalau program pembangunan jalan ruas Gunungsitoli – Alasa – Tumula telah digagalkan oleh BRR NAD-Nias, pihak Donatur dalam hal ini World Bank telah menangguhkan program itu karena proses tender yang dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di Banda Aceh telah gagal. Kegagalan disebabkan semua kontraktor yang menawar pekerjaan nilai penawarannya lebih 70 persen dari nilai HVS proyek. "Isu pembangunan jalan ruas Gunungsitoli-Alasa-Tumula tidak dibangun adalah tidak benar, yang ada hanya kendala teknis. Sampai hari ini di Bank Dunia tetap tercatat program pembangunan jalan, namun tidak bisa ditenderkan tahun ini" jelas William

BRR NAD-Nias menggaransi pembangunan jalan ke Alasa akan terlaksana pada tahun 2009, " BRR telah mengalokasikan dana di APBN TA.2009 sebesar biya pembangunan ruas jalan Gunungsitoli-Alasa-Tumula. Hal ini sebagai antisipasi apabila dana dari World Bank gagal, dan pembangunan jalan ini menjadi prioritas utama pada tahun 2009, tidak ada pembangunan jalan di tempat lain tanpa dibangun ruas jalan dari Gunungsitoli menuju Alasa" tegas William.

(ags/a35)

Masyarakat Desa juga Mampu Bangun Infrastruktur

Waspada Online

Friday, 15 August 2008 07:12 WIB
Masyarakat desa juga mampu bangun infrastruktur PDF Cetak E-mail
BOTHANIMAN JAYA TELUMBANUA
WASPADA ONLINE

15-jembatan_psd_botania PEMBANGUNAN jembatan tampaknya bukan lagi termasuk jenis konstruksi yang hanya bisa dilakukan kontraktor berpengalaman dan memiliki peralatan lengkap. Pembangunan jembatan yang baik juga tidak harus menggunakan peralatan kerja yang canggih, seperti escavator atau alat berat lainnya.

Hanya bermodalkan kerjasama dan gotong-royong, seluruh warga, tua-muda, perempuan dan laki-laki dapat turut serta membangun jembatan. Mereka juga secara mandiri membuat pembangian kerja yang adil di antara warga di desa dengan nyaris tidak ada protes.

Pembangunan jembatan yang dilaksanakan masyarakat beberapa desa di Nias ini boleh jadi baru pertama terjadi di Indonesia. Pembangunan jembatan yang selama ini dianggap sebagai jenis konstruksi padat modal dan keahlian, ternyata dapat dilaksanakan penduduk yang rata-rata tidak berpendidikan tinggi dan juga tidak berpengalaman dalam bidang kontruksi.

"Tidak ada masalah. Kami bisa bangun jembatan. Seluruh masyarakat mendukung," ujar Sekretraris KP4D (Komite Percepatan Pembangunan Prasarana Permukiman Desa) Sadokhi Halawa ketika berdialog dengan Kepala BRR Perwakilan Nias William P. Sabandar, Jumat (8/8) di lokasi pembangunan jembatan di Sungai Lahomi Tiga Kec. Lahomi Nias.

Pembangunan jembatan di Sungai Lahomi Tiga adalah salah satu dari 19 jembatan yang saat ini sedang dibangun masyarakat dari program pembangunan Prasarana dan Sarana Desa (PSD) di Kab. Nias. Total jembatan yang dibangun masyarakat ini mencapai 399 meter. Khusus Kab. Nias, program PSD 2008 ini menelan dana senilai Rp8.279.955.000.

Terdapat 23 paket progam yang dilaksanakan di 15 kecamatan. Paket program yang dikembangkan berupa 19 buah jembatan, 3 paket jalan dengan total panjang jalan mencapai 22.049 km serta 1 paket pembangunan air minum di Desa Tuhembuasi, Kec. Gido berupa pipanisasi sepanjang 2.600 meter dan pembangunan 2 bak induk dan 5 bak penampung.

Menurut Sadokhi Halawa, awalnya mereka ragu dapat membangun jembatan, apalagi melihat lokasi yang sangat curam mencapai kedalaman lebih dari 10 meter dan lebar aliran sungai mencapai lebih dari 30 meter. Keraguan ini akhirnya hilang, karena para fasilitator BRR meyakinkan mereka bahwa masyarakat akan didampingi oleh fasilitator yang bertugas sebagai konsultan bagi masyarakat.

Menurut Halawa, jembatan ini sangat bermanfaat bagi masyarakat 3 desa, yaitu Desa Tiga Serangkai, Desa Gunungcahaya dan Desa Onowaembo di Kec. Lahomi yang selama ini terisolasi. Padahal, 3 desa dengan jumlah penduduk sekitar 5.000 orang ini merupakan penghasil utama karet dan kopra.

"Selama ini hasil-hasil masyarakat sulit dibawa ke pasar karena tidak ada jalan tembus. Masyarakat hanya dapat memikul hasil produksi mereka melewati sungai yang sering mengalami banjir besar," ujar Halawa yang dibenarkan Ketua KP4D Paustinus Daely.

Karena itu, menurut Halawa dan Daely, masyarakat sangat mendukung pembangunan jembatan ini. Sejak awal masyarakat tiga desa bergotong-royong menyiapkan lahan dan mengumpulkan material seperti batu dan pasir.

Semangat gotong-royong dan swadaya masyarakat ini menyebabkan anggaran pembangunan jembatan bailey sepanjang 30 meter dan lebar 5 meter ini hanya menelan dana senilai Rp492.306.000 di luar rangka bailey yang disediakan BRR. Anggaran ini sepenuhnya dikelola masyarakat melalui KP4D, termasuk belanja pengadaan material. Dana dicarikan langsung ke rekening KP4D secara bertahap.

Menurut Fransiskus Nduru yang bertanggungjawab terhadap seluruh program PSD-BRR di Nias, sebelum memulai proyek pembangunan jembatan, anggota KP4D dan lembaga desa sebagai lembaga monitoring telah diberikan pelatihan mengenai administrasi proyek dan termasuk teknik konstruksi.

"Masyarakat telah dipersiapkan dengan pelatian pembukuan dan termasuk bagaimana membuat RPD (Rencana Penggunaan Dana), laporan penggunaan dana dan buku kas. Pelatihan juga dilaksanakan untuk pengembangan pengetahuan konstruksi, yang diikuti Pengurus KP4D dan Lembaga Desa," demikian ujar Frans Ndruru saat mendampingi Kepala BRR Perwakilan William Sabandar mengunjungi beberapa lokasi pembangunan jembatan dan jalan yang menjadi tanggunjawabnya, Sabtu lalu.

Menurut Frans, dalam pelaksanaan PSD ini terlihat transfer ilmu terhadap masyarakat berlangsung, sehingga mereka biasa dan terbiasa dengan program pembangunan. Selain itu terjadi efisiensi penggunaan anggaran.

"Masyarakat juga dengan sendirinya terbiasa menyelesaikan masalah yang muncul di tingkat desa, karena kita sudah menyiapkan apapun masalahnya harus diselesaikan di desa. Ini mendorong mereka dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri. Pada masa yang akan datang, akan sulit jika kontraktor atau siapa pun menipu masyarakat, karena mereka telah paham tentang berbagai aspek pembangunan," demikian Frans dengan yakin.

Teks/credit foto:
Masyarakat di berbagai desa di Nias melalui program pembangunan Prasarana Dasar Desa (PSD) secara bergotong royong mampu membangun sarana infrastruktur seperti jembatan dan jalan.(
Waspada/Bothaniman Jaya Telaumbanua)

(ags)